BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika
alat transportasi berteknologi tinggi belum ditemukan, menempuh jarak yang jauh
perlu waktu lama. Untuk menenpuh jarak 300-an km, misalnya, setidaknya
diperlukan waktu dua sampai tiga bulanan, karena harus berjalan kaki atau
menggunakan tenaga hewan. Namun setelah ditemukannya alat perhubungan yang
berteknologi modern, jarak tempuh itu tidak seberapa, karena dapat diperpendek
hingga ratusan kali lipat.
Aka
tetapi tidak demikian halnya dalam bidang “teknologi” belajar bahasa. Riset dan
upaya-upaya pencarian pemecahan masalah cara belajar dan mengajar bahasa yang
efisien telah lama dilakukan, namun hasilnya tidak banyak membawa pengaruh
perubahan dalam cara dan hasil belajarnya. Keberhasilan belajar bahasa dewasa
ini tak banyak bedanya dengan hasil yang bisa dicapai pada kurun dua abad yang
lalu.
Dari
perbandingan dua kasus ini perlu ditekankan bahwa betapa studi tentang
metodologi belajar bahasa (bahasa kedua atau Asing) yang sudah demikian lama
dan menghabiskan dana yang tidak sedikit itu belum banyak mengubah cara orang
belajar bahasa, terutama yang menyangkut aspek kesederhanaan dan kehematannya.
Hal ini bisa saja terjadi karena penggunaan metode yang tidak efektif dan
efisien.
Dari
sini perlulah kita mengetahui sejarah tentang perkembangan metode pengajaran
bahasa Arab, setidakny kita akan mengetahui metode pengajaran yang digunakan di
zaman dahulu dan zaman sekarang. Meskipun memang harus diakui bahwa tidak mudah
memperoleh referensi mengenai perkembangan metode pengajaran bahasa Arab yang
bersifat spesifik pada masa-masa pertama penyebaran bahasa Arab ke luar negeri
Arab.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Pengajaran Bahasa Arab
Berbicara
tentang bahasa Arab dalam konteks sejarah tidak bisa lepas dari perjalanan
penyebaran islam. Sejarah mencatat bahwa bahasa Arab mulai menyebar keluar
jazirah Arabia sejak abad ke-1H atau abad ke-7M, karena bahasa Arab selalu
terbawa kemana pun islam terbang. Penyebaran itu meliputi wilayah Byzantium di
utara, wilayah Persia di timur dan wilayah Afrika sampai Andalusia di Barat.
Bahasa Arab pada masa khalifah Islamiyah itu menjadi bahasa resmi untuk
keperluan agama, budaya, administrasi dan ilmu pengetahuan. Kebanggan kepada
bahasa Arab menyebabkan bahasa Yunani, Persia, Koptik dan Syiria yang merupakan
bahasa ibu bagi penduduk di berbagai wilayah itu berada pada posisi inferior. Mereka
berbicara, menulis surat-surat pribadi, bahkan mengarang syair-syair dengan
bahasa Arab. Tidak diperoleh referensi yang memadai bagaimana bahasa Arab
dipelajari oleh orang-orang non Arab itu. Yang pasti adalah melalui interaksi
langsung dengan penutur asli bahasa Arab yang datang ke negei mereka, dan
kepergian mereka ke pusat-pusat Islam di jazirah Arabia.[1]
Melalui
analisis sejarah dapat diketahui bahwa adanya interaksi yang intens antara
bangsa Arab dan Eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan Yunani kuno melalui
penerjemahan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, kemudian dari bahasa Arab
ke bahasa latin sehingga dalam mengkaji teks-teks sastra dan keagamaan
memungkinkan terjadinya kesamaan tujuan belajar mengajar antara kedua bahasa
tersebut.hal ini berdasarkan fakta-fakta sebagai berikut :
1.
Adanya
kesamaan waktu antara penyebaran dan dominasi bahasa latin di Eropa dengan
penyebaran dan dominasi bahasa Arab di wilayah kekhalifaan islam, yaitu sekitar
abad 1-9H atau 7-15M.
2.
Adanya
kesamaan tujuan belajar mengajar bahasa yaitu untuk mengkaji teks-teks sastra
dan keagamaan.
3.
Adanya
hubungan yang intens antara Arab dan Eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan
Yunani kuno, melalui penerjemahan dari Yunani ke Arab kemudian dari Arab ke
latin.[2]
Perjalanan
sejarah masa lalu membuktikan betapa besar peranan bahasa Arab dalam
menyelamatkan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, yang menurut bangsa Eropa
berbahaya bagi agama mereka. Sehingga setelah mereka memasuki zaman kebangkitan
(renaissance) ilmu pengetahuan dan filsafat yunani itu diambil alih kembali
dari ummat islam. Dan sampai sekarang dapat kita saksikan keunggulan mereka di
berbagai aspek kehidupan. Termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.[3]
Kemajuan
yang terjadi di Eropa menggiring dunia Arab dan Islam untuk berbalik mencari
tetesan ilmu pengetahuan yang pada awalnya berasal dari kemajuan peradaban mereka
sendiri. Disinilah teori dialektika Hegel terjadi. Peradaban barat maju karena
kemajuan peradaban Islam dan Arab kemudian dipengaruhi oleh kemajuan peradaban
barat. Melalui invansi Napoleon Bonaparte ke Mesir pada tahun 1798M, dunia Arab
dan Islam mulai terbuka kembali untuk melihat dan meneladani berbagai kemajuan
yang terjadi di Eropa.[4]
Dalam
pengajran bahasa, metode-metode yang berkembang di Eropa pun diadopsi dan
digunakan secara luas di Mesir, mulai dari metode gramatika terjemah sampai
dengan metode langsung. Perlu pula disebutkan bahwa pada waktu yang sama, para
missionaris Kristen dari Amerika menyerbu negeri Arab bagian Utara (Syam).
Mereka mula-mula menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi penyebarab
misinya. Banyak diantara mereka yang ikut berjasa memajukan bahasa Arab. Pada
waktu itu, Syiria dan Libanon merupakan salah satu pusat pengembangan bahasa
Arab. Banyak buku mengenai ilmu bahasa termasuk kamus-kamus yang ditulis dan
diterbitkan di kedua negeri itu. Diantara mereka yang giat dalam pengembangan
bahasa Arab itu banyak yang Beragama Nasrani, seperti Louis Ma’luf yang
kamusnya, Al-Munjid, terkenal hingga hari ini. Tidak diragukan lagi bahwa
hubungan Arab dengan Amerika yang dimulai oleh para missionaries ini,
berpengaruh terhadap perkembangan metodologi pengajaran bahasa Arab. Hubungan
ini terus berlanjut, lebih terbuka dan lebih intens pada masa-masa sesudahnya.[5]
B.
Perkembangan Metode Pengajaran Bahasa Arab
Secara
historis, inovasi dan perubahan pandangan dalam studi pembelajaran bahasa telah
dimulai sejak tahun 1880 yang lalu. Ada empat fase penting yang bisa kita amati
dari perkembangan dan inovasi dalam bidang pembelajaran bahasa sejak tahun 1880
hingga 1980-an. Fase pertama, antara tahun 1880-1920. Pada fase ini terjadi rekonstruksi
atau pengembangan ulang bentuk-bentuk metode langsung (al-thariqah
al-mubasyarah/ direct method) yang pernah dikembangkan pada zaman Yunani dulu.
Selain itu juga dikembangkan metode bunyi (al-thariqah al-shautiyyah/phonetics
method), yang juga berakar pada tradisi Yunani. [6]
Pada
fase ini bidang pengajaran bahasa diperkenalkan dengan unsur baru yang lain,
yaitu ilmu fonetik deskriptif. Biarpun masalah ini sudah dipelajari sejak
pertengahan abad ke-19 oleh Brucke, Ellis, Bell, Sweet, Sievers, Klinghardt,
Passy dan lain-lain. Namun Vietor lah yang menjalinkannya kedalam metode
mengajar bahasa. Dengan menggunakan bahasa lisan sebagai titik tolak, Vietor
dan para pengikutnya mengembangkan suatu metode yang intisarinya sebagai
berikut :
1.
Kosakata
harus diajarkan dalam kalimat, tidak berdiri sendiri-sendiri tanpa konteks
karena kalimat adalah unit bahasa yang paling pokok ;
2.
Kalimat
yang diajarkan tidak boleh disajikan tanpa hubungan tetapi selalu harus
dikaitkan dengan persoalan yang menarik hati murid;
3.
Hal-hal
baru diajarkan melalui gerak-gerik tangan, gambar dan kata-kata yang sudah
diketahui sebelumnya;
4.
Bacaan
diberikan kemudian dan hanya diajarkan bacaan yang bahannya disusun tahap demi
tahap sehingga berangsur-angsur dengan melalui bacaan murid akan mengenal
negara asing dan kebudayaannya. Negara asing yang dimaksud disini ialah negara
yang bahasanya dipelajari si murid;
5.
Pengetahuan
tatabahasa diperoleh secara induktif dengan mempelajari teks.[7]
Fase
kedua, antara tahun 1920-1940. Pada fase ini di Amerika dan Canada dibentuk
forum studi bahasa asing, yang kemudian menghasilkan aplikasi metode-metode
yang bersifat kompromi (al-thariqah al-ittifaqiyyah/ compromise method) dan
metode membaca (al-thariqah al-qira’ah/ reading method). Pada fase ketiga ini ada
tiga periode yang dapat diamati, yaitu :
a.
Periode
1940-1950, adalah periode lahirnya metode efisien dan praktis dari dunia
ketentaraan. Metode ini terkenal dengan sebutan American Army Method (
al-thariqah al-jundiyyah al-amrikiyyah), yakni metode yang lahir dari markas
tentara Amerika untuk kepentingan ekspansi perang.
b.
Periode
1950-1960 adalah periode munculnya metode audiolingual (al-thariqah
al-sam’iyyah al-syafawiyyah) di Amerika dan audiovisual (al-thariqah
al-bashariyyah) di Inggris dan Prancis, sebagai akibat langsung dari sukses
army method.
c.
Periode
1960-1970, adalah periode munculnya kerraguan dan kaji ulang terhadap hakikat
belajar bahasa. Periode ini merupakan awal runtuhnya metode audiolingual, dan
populernya analisis kontrastif, yang berupaya membantu mencari landasan teori
dalam dalam pembelajaran bahasa.
Fase
keempat, antara tahun 1970-1980. Fase ini dipandang sebagai titik balik dan
merupakan periode yang paling inovatif dalam studi pemerolehan bahasa kedua dan
asing. Hasilnya adalah pada tahun 1980-an muncul apa yang sekarang dikenal
dengan pendekatan komunikatif (al-madkhal al-ittishali/ communicative approach)
dalam belajar bahasa.
Secara
umum itulah gambaran perkembangan pasang-surut pembelajaran bahasa. Yang
terpenting sekarang adalah pemahaman tentang hasil-hasil yang dicapai selama
ini dalam studi pembelajaran bahasa, terutama yang terjadi sepuluh atau lima
belas tahun terakhir ini. Yang jelas porsi terbesar dalam studi ini dan telah
mendapatkan hasil-hasil yang memuaskan adalah studi pemerolehan bahasa seperti
yang telah dihasilkan pada dasawarsa tujuh puluhan.[8]
BAB III
PENUTUP
Sejarah
mencatat bahwa bahasa Arab mulai menyebar keluar jazirah Arabia sejak abad
ke-1H atau abad ke-7M, karena bahasa Arab selalu terbawa kemana pun islam
terbang. Bahasa Arab pada masa khalifah Islamiyah itu menjadi bahasa resmi
untuk keperluan agama, budaya, administrasi dan ilmu pengetahuan.
Melalui
analisis sejarah dapat diketahui bahwa adanya interaksi yang intens antara
bangsa Arab dan Eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan Yunani kuno melalui
penerjemahan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, kemudian dari bahasa Arab
ke bahasa latin sehingga dalam mengkaji teks-teks sastra dan keagamaan
memungkinkan terjadinya kesamaan tujuan belajar mengajar antara kedua bahasa
tersebut.
Secara
historis, inovasi dan perubahan pandangan dalam studi pembelajaran bahasa telah
dimulai sejak tahun 1880 yang lalu. Ada empat fase penting yang bisa kita amati
dari perkembangan dan inovasi dalam bidang pembelajaran bahasa sejak tahun 1880
hingga 1980-an.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad
Ahmad Effendy, 2004, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat
Hermawan Acep, 2011, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Remaja Rosdakarya
Mu’in Abdul, 2004, Analisis
Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru
Sumardi
Muljanto, 1974, Pengajaran Bahasa Asing, Jakarta: Bulan Bintang
Walfajri.fajristainjusi.blogspot.com/2009/12/16/perkembangan-pengajaran-bahasa-Arab.html.
[1]
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat,
2004), hal. 19-20
[2]
Ibid, hal.20
[3]
Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, (
Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004) hal. 37
[4]
Walfajri.fajristainjusi.blogspot.com/2009/12/16/perkembangan-pengajaran-bahasa-Arab.html.
[5]
Ahmad Fuad Effendy, op.cit hal. 21
[6]
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), hal.40
[7]
Muljanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal.
21
[8]
Acep Hermawan, op.cit hal. 40-42
izin copy ya.. thanks
BalasHapusLangsung saja sanggahan saya
BalasHapusTerkait metode yang paparkan dari ke empat fase tersebut apakah metode-metode tersebuat sudah diada disetiap sekolah yang ada indonesia?
Terus pasa fese kedua poin A apa kaitannya ekspansi perang yang di adakan amarika terhadap perkembangan metode pengajaran bahasa arab
Bisa di jelaskan?.
Terima kasih